Perdagangan Komoditas Batubara
Dalam perdagangan komoditas batubara, faktor terpenting yang
mengikat transaksi antara pembeli dan penjual adalah kualitas batubara, dimana
spesifikasi yang disyaratkan oleh pembeli yang harus dipenuhi oleh penjual
selalu tertulis dalam kontrak kesepakatan pembelian.
umumnya, dalam kontrak kesepakatan, satuan dari kualitas – kualitas yang akan dinilai, besarnya tidak ditentukan secara pasti di angka tertentu. Mengapa demikian? Karena sebagaimana jamak dipahami, kualitas batubara tidaklah seragam di dalam satu lapangan penggalian, bahkan di dalam lapisan yang sama sekalipun. Kondisi ini tidak lain disebabkan oleh karakteristik yang khas dari proses pembentukan batubara itu sendiri .
umumnya, dalam kontrak kesepakatan, satuan dari kualitas – kualitas yang akan dinilai, besarnya tidak ditentukan secara pasti di angka tertentu. Mengapa demikian? Karena sebagaimana jamak dipahami, kualitas batubara tidaklah seragam di dalam satu lapangan penggalian, bahkan di dalam lapisan yang sama sekalipun. Kondisi ini tidak lain disebabkan oleh karakteristik yang khas dari proses pembentukan batubara itu sendiri .
Oleh karena itu, penjual biasanya akan melakukan pengeringan
(coal drying) atau yang umum
dilakukan yaitu pencampuran batubara (blending)
dari beberapa lokasi atau lapisan yang memiliki kualitas berbeda – beda
sehingga didapat angka rata – rata yang dikehendaki. Meskipun demikian,
kemungkinan timbulnya fluktuasi kualitas dari batubara yang terkirim ke
konsumen tetaplah ada, baik berupa over
spec maupun under
spec. Sehingga untuk mengakomodasi hal ini, maka biasanya terdapat
klausul berupa bonus dan penalti di dalam kontrak yang disepakati oleh kedua
belah pihak.
Kemudian kalau kita perhatikan, kecuali Hardgrove
Grindability Index (HGI) dan ukuran, seluruh parameter kualitas dinilai
berdasarkan standar tertentu, misalnya AR atau ADB. Basis penilaian ini begitu
penting karena menyangkut penyamaan persepsi antara pembeli dan penjual
terhadap produk batubara yang akan diperdagangkan.
Untuk
mempermudah penjelasan, di bawah ini ditampilkan hubungan antara basis analisis
dikaitkan dengan keberadaan parameter yang menjadi dasar perhitungannya.
ARB (As
Received Basis)
Sebagaimana arti harfiahnya, obyek analisis ini adalah
batubara yang diterima oleh pembeli seperti apa adanya. Dengan demikian,
analisis pada basis ini juga mengikut-sertakan air yang menempel pada batubara
yang diakibatkan oleh hujan, proses pencucian batubara (coal washing), atau
penyemprotan (spraying)
ketika di stock pile maupun saat loading.
Air yang menempel di batubara karena adanya perlakuan
eksternal ini dikenal sebagai Free
Moisture (FM). Yang dimaksud penerimaan oleh pembeli (as received) disini bukan
selalu berarti penerimaan batubara di stock
pile pembeli, tapi disesuaikan dengan kontrak pembelian. Untuk kontrak
FOB (Free on Board)
misalnya, maka penilaian kualitas pada basis ARB adalah pada saat berpindahnya
hak kepemilikan batubara di kapal
atau tongkang. Pada kondisi ini, terkadang ARB juga disebut
dengan as loaded basis.
ADB (Air
Dried Basis)
Pada kondisi ini, Free Moisture (FM) tidak
diikutkan dalam analisis batubara. Secara teknisnya, uji dan analisis dilakukan
dengan menggunakan sampel uji yang telah dikeringkan pada udara terbuka, yaitu
sampel ditebar tipis pada suhu ruangan, sehingga terjadi kesetimbangan dengan
lingkungan ruangan laboratorium, sebelum akhirnya diuji dan di analisis. Nilai
analisis pada basis ini sebenarnya mengalami beberapa fluktuasi sesuai dengan
kelembaban ruangan laboratorium, yang dipengaruhi oleh musim dan faktor cuaca
lainnya. Akan tetapi bila dilihat secara jangka panjang dalam waktu satu tahun
misalnya, maka kestabilan nilai tertentu akan didapat. Disamping itu, basis uji
& analisis ini sangat praktis karena perlakuan pra pengujian terhadap
sampel adalah pengeringan alami sesuai suhu ruangan sehingga tidaklah
mengherankan bila standar ADB ini banyak dipakai di seluruh dunia.
DB
(Dried Basis)
Tampilan dry
basis menunjukkan bahwa hasil uji dan analisis dengan menggunakan
sampel uji yang telah dikeringkan di udara terbuka seperti di atas, lalu
dikonversikan perhitungannya untuk memenuhi kondisi kering.
DAF
(Dried Ash Free)
Dry & ash free basis
merupakan suatu kondisi asumsi dimana batubara sama sekali tidak mengandung air
maupun abu. Adanya tampilan dry
& ash free basis menunjukkan bahwa hasil analisis dan uji
terhadap sampel yang telah dikeringkan di udara terbuka seperti diatas, lalu
dikonversikan perhitungannya sehingga memenuhi kondisi tanpa abu dan tanpa air.
DMMF
(Dried Mineral Matter Free)
Basis DMMF dapat diartikan pula sebagai pure coal basis, yang berarti
batubara diasumsikan dalam keadaan murni dan tidak mengandung air, abu, serta
zat mineral lainnya. Untuk konversi
perhitungan ke basis ini, maka besarnya zat – zat mineral harus diketahui
terlebih dulu. Dalam hal ini, perhitungan yang paling banyak digunakan adalah
persamaan parr, seperti
ditunjukkan di bawah ini.
M =
1.08A + 0.55S ……. (1)
Dimana :
M:
Mineral matters (%);
A: Ash
(%);
S:
Sulfur (%).
Akan tetapi persamaan ini tidak dapat diterapkan untuk
perhitungan yang teliti dari setiap jenis batubara.
Dalam transaksi komoditas batubara, persyaratan kualitas yang
umumnya tercantum dalam kontrak pembelian adalah hasil analisis proksimat,
yaitu TM, IM, Ash, VM, FC, kemudian ditambah dengan kalori serta sulfur. Karena
basis DMMF tidak pernah digunakan untuk uji dan analisis parameter – parameter
tadi, maka konversi – konversi nilai kualitas yang muncul di tulisan ini
selanjutnya akan dibatasi hanya pada 4 basis saja, yaitu ARB, ADB, DB, dan DAF.
Untuk kalori batubara, parameter
ini sangat vital dalam transaksi batubara. Umumnya, dalam kontrak pembelian
batubara, persyaratan kalori oleh sebagian besar konsumen Jepang selama ini
adalah GCV (Gross Calorific Value) dalam basis ADB. Akan tetapi, belakangan ini
sebagiannya mulai berubah ke GCV dalam basis ARB. Dan sebenarnya di Eropa
Barat, kontrak berbasis ARB untuk GCV ini sudah menjadi mayoritas dalam
transaksi batubara saat ini. Bahkan dalam perkembangannya, beberapa konsumen juga
mulai beralih ke persyaratan kalori dalam NCV (Net Calorific Value) berbasis
ARB.
Perbedaan antara basis ADB dan ARB sudah dijelaskan di
atas. Adapun apa yang dimaksud dengan GCV dan NCV akan diterangkan di bawah
ini.
Pada saat pembakaran
batubara di boiler,
air yang menempel di batubara (dalam hal ini TM) serta air yang terbentuk dari
persenyawaan hidrogen yang terkandung di dalam batubara dan oksigen, akan
berubah menjadi uap air setelah melalui proses pemanasan dan penguapan. Karena
tidak memberi nilai tambah apa pun dalam konversi ke energi yang dapat
dimanfaatkan selain untuk menguapkan air dalam batubara saja, maka kalor yang
digunakan untuk proses tadi disebut kalor laten. Jika kalor laten ini
diikutsertakan dalam analisis, maka kalori dalam batubara yang bersangkutan
disebut dengan GCV
atau HHV (Higher Heating
Value). Dan jika faktor kalor laten ditiadakan, maka disebut
dengan NCV
atau LHV (Lower Heating
Value). Hubungan antara GCV dan NCV ditunjukkan oleh persamaan
(dalam standar JIS) di bawah ini:
NCV
(kcal/kg) = GCV (kcal/kg) – 6 (9 H + W) ……. (2)
Dimana :
H = kadar hidrogen (%) … analisis ultimat.
W = kadar air (%) …
analisis proksimat.
Basis analisis untuk kalori, hidrogen, dan kadar air
harus sama.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tampilan besaran
kalori dalam NCV menunjukkan kalor atau energi panas efektif yang terkandung
dalam batubara yang digunakan untuk konversi energi yang bermanfaat. Kemudian
dari persamaan di atas terlihat pula bahwa bila kandungan hidrogen dan kadar
air dalam batubara sedikit, maka selisih NCV dan GCV tidaklah terlalu
signifikan. Perbedaan yang besar antara kedua tampilan tadi akan muncul pada
batubara muda yang masih memiliki kadar air dan hidrogen yang banyak.
Comments
Post a Comment